Kamis, Januari 01, 2009

sweet memory at sambisari

kemaren hari rabu tanggal 24 desember 2008 ,, kami anag2 STONE ke candi sambisari buad narsiss alias photo2 ..
niatna cii cuma buad lomba ultah skul gt ,, tapi malah kebablasan ...
narsiss na kumat .
dan inilah beberapa kenangan kami disana ..


Senin, November 03, 2008

stOp gLobaL waRmiNg

GLOBAL WARMING-dunia ini sedang demam
Revolusi industri adalah start awal dari global warming. Dimana dampak jangka pendeknya pun terasa, seperti kesenjangan ekonomi dan kerusakan organ-organ tubuh, tapi alasan itu tidak cukup untuk mengubah revolusi ini karena memang ini menguntungkan beberapa pihak(pengusaha). Asap-asap hitam kelam dan berbau keluar dari cerobong pabrik, orang dulu mungkin berfikiran “wah sepertinya nanti akan menjadi masalah besar di bumi ini, langit akan menjadi gelap, sesak, dan cahaya matahari tidak akan mencapai bumi”
“Tidak salah !!! memang sekarang menjadi masalah besar, masalah besar di bumi ini, tapi bumi ini makin terang(panas) saja, dan cahaya matahari sekarang tidak nyaman
Industri??!! Siapa sih yang belum pernah lihat perindustrian(pabrik)?gedung besar dengan cerobongnya? tentunya orang yang menjawab belum pernah lihat, biasanya di-kata-i norak, kampungan. Ya, merekalah(pabrik bercerobong asap CO2) penyumbang terbesar pemanasan global,setelah itu lalu pengguna kendaraan bermotor, lalu penggunaan bahan-bahan yang merusak ozon(methana, oksida nitrogen dan CFC).


Silakan lihat data dari pemanasan global
1. Temperatur udara di permukaan bumi naik sekitar 0,74 derajat celcius dari 100 tahun yang lalu
2. Pada abad ke-20, kecepatan kenaikan air laut sekitar 1,7 mm per tahun dan dengan percepatan kenaikan air laut 0,013 mm per tahun per tahun.
3. Perubahan cuaca/bencana cuaca(extreme weather) dimana terjadinya karena kesenjangan suhu yang sangat jauh,biasanya angin besar.
4. diramalkan akan terjadi wabah penyakit, dimana penyakit-penyakit yang dulu terisolasi(isolasi suhu) menjadi terbebas, dan memulai wabah.
5. masih banyak lagi dampak dari global warming.
Dengan begitu banyak dampak yang terjadi oleh global warming, kita seharusnya sudah memerangi permasalahan ini dengan pernyataan sikap terhadap solusi-solusi yang disarankan oleh ahli-ahli lingkungan

Minggu, September 28, 2008

♥ Puisi kaRya ChairiL AnwaR ♥

AKU

kalau sampai waktuku
'ku mau tak seorang 'kan merayu
tidak juga kau

tak perlu sedu sedan itu

aku ini binatang jalang
dari kumpulannya terbuang

biar peluru menembus kulitku
aku tetap meradang menerjang

luka dan bisa kubawa berlari
berlari
hingga hilang pedih peri

dan aku akan lebih tidak peduli

aku mau hidup seribu tahun lagi



DOA
kepada pemeluk teguh

Tuhanku
dalam termangu
aku masih menyebut namaMu

biar susah sungguh
mengingat Kau penuh seluruh
cahyaMu panas suci
tinggal kerlip lilin di kelam sunyi

Tuhanku

aku hilang bentuk
remuk

Tuhanku

aku mengembara di negeri asing

Tuhanku
di pintuMu aku mengutuk
aku tidak bisa berpaling


SENJA DI PELABUHAN KECIL

ini kali tidak ada yang mencari cinta
di antara gudang, rumah tua, pada cerita
tiang serta temali. kapal, perahu tidak berlaut
menghembus dari dalam mempercayai mau berpaut

gerimis mempercepat kelam. ada juga kelepak elang
menyinggung muram, desir hari lari berenang
menemu bujuk pangkal akanan. tidak bergerak
dan kini tanah dan air tidur hilang ombak

tiada lagi. aku sendiri. berjalan
menyisir semenanjung, masih pengap harap
sekali tiba di ujung dan sekalian selamat jalan
dari keempat, sedu penghabisan bisa terdekap

Rabu, Agustus 27, 2008

hErmioNe n dRaco

THE SEQUEL II


...Hermione terbelalak. Tak percaya dengan pandangannya. Lihat siapa yang baru saja menyelamatkannya dari buku biadab itu? Dari ribuan orang yang ada di dalam Hogwarts, kenapa harus.........—orang ini!?
Blaise Zabini berdiri tegak dengan angkuhnya menatap Hermione yang terpaku diam di tempatnya. Pria tampan pengikut setia Malfoy itu mengedikkan kepalanya dengan singkat kepada Hermione dan berjalan lurus ke arah buku yang baru saja ia bekukan, ia letakkan kembali ke rak dimana seharusnya buku itu berada.
“Tindakan ceroboh sekali, Granger.” Ucap Blaise dengan suara dinginnya yang mencemooh keteledoran gadis Gryffindor yang kini sudah terburu-buru menghilangkan sisa kepanikannya barusan.
Hermione merasakan pipinya memerah. Kejadian paling memalukan dari dirinya disaksikan oleh seorang Slytherin yang adalah pengikut setia Malfoy! Walaupun ia sendiri tak habis pikir, mengapa Blaise mau repot-repot menaikkan tongkatnya untuk menolong dirinya, yang selama ini dipandang rendah oleh para Slytherin.
“Kenapa—“
“Kenapa aku menolongmu?” Blaise menaikkan sebelah alisnya, melipat tangannya di dada dan menatap tak ramah kepada Hermione yang masih berdiri diam tak bergerak dari tempatnya. Gadis itu terus melayangkan tatapan ganjil padanya.
“Karena aku harus.” Jawab Blaise singkat. Ia menggoyangkan tongkatnya dengan malas. “Sebenarnya kau bahkan tak perlu tahu, Granger.”
“Coba kutebak...” Hermione mengulum bibir bawahnya dengan pandangan tidak percaya. “Seorang ibu peri yang baik hati akhirnya membisikkan kebaikan ke hatimu?” ejek Hermione yang memutuskan melupakan budi pekerti untuk berterima-kasih setelah ditolong oleh siapapun. Gryffindors are not always polite, right?
“Lucu sekali, Granger.” Blaise mendongakkan kepalanya dengan angkuh. “Kuharap aku tak perlu melihatmu dalam kesulitan lagi, karena aku takkan mau menyelamatkan orang sepertimu untuk kedua kalinya. Merlin’s sake, aku bahkan tak sudi melihat gadis kotor sepertimu berkeliaran di Hogwarts.” Dan ia berbalik pergi, meninggalkan Hermione yang memungut kembali tongkatnya dengan kesal.
Yeah, thanks for nothing. Geram Hermione dalam hati. Betapa ‘baik hati’nya para Slytherin manis itu.

“Gunakan matamu!! IDIOT!!”
Seorang anak kelas dua Hufflepuff berjengit ngeri pada sesosok pemuda pirang yang menatap geram padanya. Kedua alis pemuda itu bertemu dan ia sempat menggumamkan pelecehan kepada Hufflepuff malang itu sebelum pergi.
Ya, suasana hati Draco Malfoy sedang buruk.
Belum pernah Draco merasa mood-nya begini kacau semenjak terakhir kali Gryffindor melibas tim Quidditch Slytherin di pertandingan. Hari ini Draco merasa siap memaki dan menghancurkan siapa saja yang membuatnya terganggu. Bahkan jika orang itu hanya sekedar menjatuhkan buku-buku persis di hadapannya, seperti anak Hufflepuff yang idiot dan ceroboh itu.
Pagi itu ia menerima surat burung hantu dari ayahnya, Lucius. Isinya singkat.

Persiapkan dirimu untuk Pangeran kita, Draco. Kau tahu waktunya sudah dekat. Dan aku takkan memaafkan kegagalan apapun.

Oh, manis sekali ayah. I love you too.
Sejak kecil Draco Malfoy dibesarkan sebagai penerus kekuasaan keluarga Malfoy yang luar biasa. Keluarga Darah Murni yang senantiasa menjadi pelayan terloyal dari sang Pangeran Kegelapan. Dan Draco selalu dilatih ayahnya untuk menjadi senjata bagi sang Pangeran Agung kelak. Bahkan sejak ia kecil, memar dan luka akibat ‘latihan’ sang ayah sudah menemani tubuhnya.
Draco tak pernah menikmati masa kecil indah layaknya setiap anak-anak dapatkan.
Dan ia memang tak pernah punya kenangan indah.
Ketika ia lulus dari Hogwarts dan usianya mencapai 18 tahun, Pangeran Kegelapan akan menginisiasinya sebagai Pelahap Maut dan ia akan dengan senang hati bergabung dalam pasukan pembunuh milik My Lord. Melayani hingga akhir ajalnya. Melayani hingga mengorbankan segala miliknya.
Betapa membosankannya jika kau sudah tahu kemana arah hidupmu dan bagaimana kau akan menjalaninya kelak.
“Dracooo.........”
Draco menghentikan langkahnya. Hanya beberapa langkah darinya, seorang anak kelas enam Ravenclaw yang cantik, Ivana Winstraw, melambai manis dengan senyum menggoda padanya. Ravenclaw seksi itu mendekat dan mengulurkan tangan putih mulusnya pada Draco, mengalungkan lengannya di leher kokoh Draco.
“Aku kangen padamu, Draco. Kau tak pernah mengunjungi kamarku lagi.” Bisik Ivana seductively di telinga Draco yang hanya tersenyum angkuh seperti biasa.
Gadis-gadis ini, seperti boneka yang dengan senang hati memberikan tubuh mereka kepadanya, mengiba-iba minta dibelai dan disentuh oleh dirinya. Berulangkali memohon cinta Draco dan sudah cukup bahagia hanya dengan mendapatkan belaiannya di ranjang. Betapa dungu.
Dan Ravenclaw termasuk yang paling sering mendatangi Draco. Dua minggu lalu ia bahkan menangani tiga orang Ravenclaw sekaligus.
“Malam ini, Draco?” lagi-lagi Ivana berbisik menggoda, menatap mata dingin itu dengan penuh harap. Menanggapinya, Draco menyeringai. “Yeah, lihat saja nanti.”
Ivana tersenyum manis sekali, “Aku tahu kau akan datang.” Dan gadis itu melayangkan kecupan lembut di sudut bibir Draco, sebelum akhirnya ia menghilang secepat kilat dari situ dengan gerakan gugup. Dan Draco menyadari mengapa.
“Wooooowww!!! Damn—she’s hot!!!” terdengar jeritan dan siulan serigala mesum dari belakang Draco. Pria itu menoleh, dan mendapati Blaise, Crabbe, Goyle, dan dua orang cowok Slytherin lain, Theamus dan Lloyd, menatap penuh hasrat ke arah kepergian Ivana barusan.
“Waw, kau lihat rok pendeknya barusan, Crabbe? Aku bersumpah aku bisa melihat celana dalamnya setiap kaki mulusnya itu melangkah!!” Lloyd terkekeh riang sambil mengusap-usap pipinya, berpura-pura mengelap air liur yang menetes.
Blaise tertawa dan melayangkan tinju ringan dan main-main ke lengan Draco. “Kau hebat, mate. Cewek itu salah satu yang terseksi di Hogwarts, dan matanya jelas mengatakan kalau ia tergila-gila padamu! Meow!”
“Oow, dan terakhir kulihat, Sara Adiemus, Hufflepuff cantik itu seperti kesetanan menggumamkan namamu, Malfoy!” seru Theamus memanas-manasi. Jelas mereka semua iri dengan para gadis cantik yang berebut mengerumuni Draco.
Dan seperti biasa, Draco Malfoy hanya tersenyum. Senyuman angkuh khasnya.
“Kau bisa memiliki gadis manapun yang indah dan seksi di sekolah ini, sobat.” Blaise berbisik pelan sekali di sisi Draco, hingga hanya pria itu yang bisa mendengarnya.
Draco melayangkan tatapan lalu-kenapa? kepadanya, dan sesaat kemudian Blaise menghela nafas. “Jadi, mengapa kau harus........—“
Ucapan Blaise terpotong, karena Lloyd dan Theamus mendekat untuk menyelamati Draco, membisikkan kepadanya untuk memberitahu mereka cara-cara jitu memuaskan cewek di ranjang. Draco hanya melirik malas kepada mereka semua, dan disadarinya Blaise sudah kembali bungkam. Jadi, ia pun tak berusaha bertanya lebih lanjut.
Ya, aku seorang Malfoy. Aku bisa mendapatkan semua yang kumau.
I get what I see. Draco Malfoy menyeringai puas kepada dirinya sendiri.

“Lihat, hari ini sungguh menyebalkan.” Gerutu Ron Weasley ketika ia dan kedua sahabatnya keluar dari kelas Pertahanan Terhadap Ilmu Hitam sore itu. “PR, PR, dan PR... tidak bisakah mereka menemukan nama lain untuk ‘pekerjaan rumah’? Mendengarnya saja aku muak.”
“Kalau begitu, coba dengan KAKM. Kerjakan-Atau-Kau-Mati. Aku bersumpah aku bisa melihat kalimat itu dalam mata Snape barusan.” Timpal Harry sama suntuknya dengan Ron. Hanya Hermione yang masih menyimpan air muka tenang saat itu.
“PR-nya tidak sesulit yang terakhir kali diberikan.” Hermione menggelengkan kepala dengan santai. “Oh, sebut saja sekarang ini sedikit lebih mudah.”
Ron menatapnya ngeri, seolah gadis itu baru saja mengabarkan bahwa Snape menikah dengan Umbridge. “Untung kau tidak mengatakannya di depan hidung bengkok Snape barusan!!” umpatnya sambil melirik Harry, ingin melihat reaksi sobatnya atas kalimat Hermione barusan. “Harry, kau tahu bahwa PR kemarin dan PR sekarang, sama saja susahnya, kan!?”
Anehnya, Harry malah nyengir. Cowok itu memberikan senyuman manis kepada Hermione, dan Ron heran setengah mati kepadanya. Harry terkekeh melihat Ron. “Oh, aku tak tahu, Ron. Aku mendapatkan bantuan spesial untuk PR kema—OUCH!!”
Hermione melayangkan tatapan geram kepada Harry, dan kemudian ia berbisik dengan suara rendah mematikan yang tak dapat didengar Ron. “Aku takkan salah perkamen untuk kedua kalinya, sobat.” Pandangan mata gadis itu seperti siap membunuh. Harry hanya bisa meringis sambil mengangguk tanda mengerti.
“Lepaskan kakimu dari kakinya, Hermione. Kenapa sih, kau?” Ron menyipitkan matanya menatap Hermione dengan bingung. Dan Hermione tak mengacuhkannya. Ia malah berjalan lebih cepat dan menjauh dari asrama Gryffindor.
“Mau kemana kau?” pertanyaan kedua yang dilontarkan Ron, dan Hermione hanya mengangkat sebelah alisnya dan berkomentar singkat. “Mengerjakan PR tentu saja.”
“Oh, KAKM maksudmu.” Ron bergumam malas dan menarik ujung jubah Harry. “Aku dan Harry mau bertanding catur. Kau boleh bertaruh siapa yang menang.”
“Lima galleon untuk Harry.” Hermione jelas tahu siapa dari kedua sahabatnya yang lebih jago bermain catur. Dan Harry bukan apa-apa dibanding Ron. Namun ia lebih ingin memihak Harry untuk sekarang ini, ketimbang Ron—Won-Won.
“Aku sepuluh galleon untuk Ron.” Gumam Harry pelan. Ron dan Hermione menatap cowok itu spontan. Tapi Harry hanya mengangkat bahunya ringan. “Apa? Aku bukannya pesimis.” Tukas cowok itu cepat-cepat. Ron terkekeh senang.
Hermione mendesah sebal melihat Ron yang sepertinya akan mulai menyombongkan kehebatannya dalam catur. Dan Harry sepertinya kehilangan selera untuk melawan kesombongan sobatnya itu. Keduanya malah berdebat mengenai siapa yang akan mereka ajak untuk bertaruh berikutnya (baik Ron dan Hermione berjengit ketika Harry dengan bercanda mengusulkan Lavender).
“Hei, bisakah kalian angkat kaki kotor kalian dari sini, Potty, Weasel, dan Granger?”
Para Trio Emas dari Gryffindor tersentak dan menoleh cepat ke arah suara dingin yang menyela percakapan kecil mereka. Hanya sekitar 10 langkah dari mereka, berdiri segerombolan Slytherin yang semuanya menatap Harry, Ron, dan Hermione dengan tatapan jijik. Ketiga Gryffindor itu bertukar pandang sejenak.
Dari tengah gerombolan itulah suara yang menyela mereka berasal.
Pemilik suara itu, dengan malas menatap mereka dengan wajah muak. Di kanan-kirinya berdiri teman-temannya yang menyeringai jahat kepada para Gryffindor. Kecuali Blaise Zabini dan Pansy Parkinson—si wajah pug, mereka semua berwajah buruk seperti gargoyle. Yup, perkenalkan, Crabbe dan Goyle.
“Oh, diam kau, sialan.” Umpat Ron menatap galak kepada Draco Malfoy.
Harry menunjukkan kejengkelan setingkat lebih tinggi, ia malah mengacungkan jari tengahnya dengan kasar. Suatu hal yang belum pernah Hermione lihat dilakukan oleh Harry sebelumnya. Hermione menatap Harry setengah kaget-setengah kagum.
Tapi, walaupun kedua sahabatnya nampak sama-sama muak dengan keberadaan rombongan Slytherin itu, Hermione malah menunjukkan keterkejutan.
Ya, karena ia baru saja mendengar Draco Malfoy menghina kedua sahabatnya, namun... tidak dirinya. Ia hanya menyebutnya Granger, dan bukan Darah Lumpur.

“Potty, bisa tolong selamatkan dunia sekali lagi, dengan menyingkirkan rambut merah penganggu mata itu? Kurasa kau takkan keberatan melakukannya, kan? After all, kaulah sang Penyelamat Bokong Semua Orang.” Ejek Malfoy masih dengan suara malasnya yang membuatnya seribu kali lebih menyebalkan.
Hermione menghela nafas. Ia tidak salah mengenai kehebatan Malfoy dalam mengubah pujian menjadi pisau. Ron dan Harry jelas sakit hati mendengarnya.
“Dan Weasel... apakah kau terlalu sibuk mengurusi gadis Lavendermu, sehingga kau lupa membersihkan dirimu? Bau orang miskin sudah tercium jelas walaupun aku sudah menjaga jarak sejauh mungkin darimu.” Tambah Draco, kembali memanaskan dua sahabat Hermione itu. Hermione yakin wajah Ron sudah semerah rambutnya sekarang. Ia bisa mendengar Harry bergumam menghina saat memandang Draco.
“Kubilang diam kau, SLUTherin!!!” umpat Ron lebih keras. Dan efeknya luar biasa.
Harry dan Hermione terbahak-bahak. Tawa mereka menggema di koridor, sementara para Slu...—Slytherin itu nampak begitu berang hingga Hermione bersumpah ia bisa melihat wajah Draco yang biasanya tak berwarna itu menjadi merah karena amarah. Baik Pansy dan Blaise berseru marah dan memaki Ron.
“Akan kubuat kau menyesal telah mengucapkan kata slut itu, Weasel.” Geram Draco. Ia maju beberapa langkah, membuat Harry, Ron, dan Hermione mengambil sikap defensif. Semua tongkat siap di tangan.
“Oow yeah? Kenapa? Kau merasa tersinggung kami memanggil nama kecil-mu, Malfoy?” bisik Harry memprovokasi. Ron menyeringai senang.
“KAU........”
Hermione yakin sekali ia melihat kobaran api menyala di mata Malfoy. Dan kobaran api itu jelas takkan padam sebelum satu di antara mereka bersimbah darah.
“Kalian boleh berlutut memohon ampunanku sekarang. Tapi aku takkan bermurah hati untuk sampah bau seperti kalian!” ketus Draco sambil mengacungkan tongkatnya. Wajahnya dipenuhi gejolak untuk menghajar musuh di depannya.
“Lakukan yang kau bisa, Malfoy.” Sahut Harry tenang. “Dan kita lihat siapa yang akan berlutut memohon ampun. Kami, atau pecundang bernama Draco Slut Malfoy.”
“Hentikan!” erang Hermione, berusaha menahan kedua sahabatnya, “Jangan! Kalian hanya membuat masalah! Oh—Harry, Ron... please!”
“Oh, sudahlah, Hermione.” Ron mendelik gusar, “Kami harus mengajari anak nakal itu, bagaimana cara menyapa orang di koridor dengan benar. Lihat, kasihan sekali dia. Kaya, namun etikanya seperti sampah.”
“Yeah, mungkin orangtuanya lupa mengajarinya cara mengendalikan mulut. Mereka terlalu sibuk menyuapinya dengan sendok perak dan piring emas.” Timpal Harry, dengan seringai penuh kepuasan.
Oh, menyiram bensin ke api! Hermione menahan nafas melihat langkah Draco semakin dekat dengan mereka. Kebencian pekat mengaliri sorot matanya. Para pengikutnya juga sudah mengeluarkan tongkat mereka, siap bertarung.
Harry dan Ron menunjukkan sikap yang sama. Siap berduel sampai mati.
Hermione [bigno]ik. Draco Malfoy semakin dekat dan tekad bertarung terlihat jelas menjalar di setiap jengkal tubuhnya. Ia melirik Hermione sekilas sebelum kembali melengos dan mengacungkan tongkatnya tinggi-tinggi.
“CRUCIO!!!!!!!!!”
Hermione menjerit. Serangan dan kutukan melayang di udara.

Koridor di depan ruang kantor McGonagall ramai malam itu. Belasan murid dari Gryffindor dan Slytherin berdesak-desakan ingin melihat para anggota mereka yang baru saja terlibat pertempuran hebat sore itu. Dean dan Seamus bahkan ikut bertengkar kecil juga dengan sekelompok Slytherin yang menyikut mereka ketika hendak mengintip ke ruang McGonagall. Dan Ginny melancarkan kutukan Kepak-Kelelawarnya kepada seorang cewek Slytherin yang menghina Ron.
Sementara, dalam ruangan pun tak jauh beda. Suasana tegang dan penuh aura permusuhan kental sekali terasa. Harry dan Hermione duduk di depan McGonagall, sementara Ron terpaksa dibawa ke Madam Pomfrey karena tak sadarkan diri. Sedangkan Draco Malfoy dan Blaise Zabini duduk kaku di samping Snape. Ketiga teman mereka yang lain telah menyusul Ron.
Baik McGonagall maupun Snape berwajah merah karena berang.
Hermione tertunduk. Rambut cokelat tebalnya berantakan menutupi wajahnya. Sebagai Ketua Murid Putri ia telah melakukan tindakan sangat salah dengan terjebak keributan seperti tadi. McGonagall telah memarahi mereka berempat habis-habisan, dan Snape berkali-kali melayangkan komentar sinis mengenai tidak bijaksana dan tak bergunanya kejadian tadi. Entah sudah berapa ratus angka terpotong dari Gryffindor dan Slytherin, beserta beberapa detensi siap menanti mereka.
“Dan aku tak mau kejadian ini terulang lagi! Kalian dengar itu!?” bentak McGonagall menahan emosinya. Wanita jangkung itu bergetar hebat ketika dilihatnya Draco dan Harry malah bertukar pandang penuh permusuhan.
“Mister Potter! Mister Malfoy!” serunya.
Draco membuang muka. Snape memandang pemuda itu tajam.
Beberapa lama kemudian, mereka keluar dari ruangan McGonagall, dengan belasan murid menyerbu, berseru ramai meminta keterangan dan cerita seru mengenai kejadian barusan. Baik Harry dan Hermione hanya bisa tersenyum sedikit menanggapi hal itu. Namun berbeda dengan Draco dan Blaise, yang nampak begitu puas dengan sambutan meriah teman-teman mereka.
“Sayang sekali kali ini kita harus dihentikan sebelum dapat menentukan siapa yang lebih baik di antara kita, Potter.” Desis Draco tajam. Para Slytherin menahan nafas mendengar kalimat pemimpin mereka.
“Sok hebat.” Dengus Seamus.
“Jangan lupa Malfoy, dari Gryffindor hanya seorang yang terluka, namun dari pihakmu ada tiga orang yang harus diselamatkan bokongnya.” Balas Harry.
Draco menyeringai. “Kalian hanya beruntung saat ini.” Dengan kalimat singkat penutup itu, ia pun berbalik meninggalkan mereka. (“Satu-kosong!!”—jerit Seamus)
Hermione sempat melihat senyuman merendahkan Draco yang dilontarkan kepada dirinya dan Harry. Untuk sejenak ia merasa sangat muak pada Slytherin pirang itu.
Ruang Rekreasi Gryffindor penuh hiruk pikuk ramai. Ron yang sudah tersadar dan datang agak larut langsung diusung bak pahlawan. Wajahnya yang tadinya pucat langsung berseri-seri dan cengiran lebar tak lepas dari wajahnya.
Dan tentu, bibir Lavender Brown pun tak lepas dari wajahnya juga.
Hermione merasa muak. Diam-diam ia meninggalkan ruangan itu, melewati lubang lukisan, dan mengendap-endap menyusuri koridor menuju asrama Ketua Murid.
“Quidditch.” Bisik Hermione pada lukisan Godric Gryffindor dan Salazar Slytherin sebelum akhirnya mereka mengayun dan memberikannya jalan masuk. (Salazar berdengus menghina melihatnya datang, dan Godric tersenyum lebar)
Hermione benar-benar ingin bicara pada Ketua Murid Putra. Ia harus mengganti kata kunci yang satu itu.
Tapi ia tak bisa. Karena Ketua Murid Putra adalah Draco Malfoy.
Hermione jarang bertemu Draco di asrama Ketua Murid. Pemuda itu jarang tidur disana, dan Hermione yang telah terbiasa melewati malam dengan bercakap-cakap dengan dua sahabatnya di ruang rekreasi pun lebih suka tidur di asrama Gryffindor.
Tapi itu dulu.
Sejak Ron mulai bersama Lavender, Hermione jadi lebih sering melewati malamnya di asrama ini. Syukurlah Draco belum mengubah minatnya untuk tidur di asrama itu juga. Ia masih lebih senang berada di bawah tanah bersama gadis-gadis Slytherinnya.
Tapi tidak untuk malam itu.
Jantung Hermione seperti berhenti berdetak.
Draco Malfoy ada disana.

Pemuda itu tidak memberikan respon berarti ketika Hermione masuk. Ia hanya menaikkan sebelah alisnya, dan membuang muka seolah Hermione hanya sebutir debu yang melayang masuk ke ruangannya. Ia hanya sedang duduk di depan pintu kamarnya, di atas sofa, sambil membalut sebelah lengannya dengan perban.
Dan hal itu dilakukannya dengan telanjang dada.
Hermione bersumpah, ia lebih baik kembali dan melihat Ron dan Lavender berciuman daripada melihat Draco Malfoy bertelanjang dada dan memberikan cowok itu kesempatan untuk menganiaya dirinya, mengingat sore tadi mereka baru saja terlibat pertempuran sengit.
Oke, berbaliklah Hermione, dan kembali ke asrama Gryffindor. SEKARANG.
Ia sudah berbalik ketika suara berat itu menyela langkahnya.
“Berhenti.”
Hermione terpaku. Kepalanya berat untuk menoleh, dan ia hanya terdiam di tempatnya. Merasakan dinginnya tatapan intens Draco Malfoy pada punggungnya. Apa, sekarang? kutukan Avada akan menghempas punggungnya?
“Berhenti... Hermione.”
Kali ini, jantung Hermione benar-benar berhenti berdetak.


To Be Continued

OrLando bLoom ..

OrLando bLoom

 

Template Design By:
SkinCorner